CELOTEH BAPAKRANGER DONG, YES!
Quote of the Day
Sudden success in golf is like the sudden acquisition of wealth. It is apt to unsettle and deteriorate the character.
P. G. Wodehouse (1881-1975) |
Quote of the Day
provided by The Free Library
Friday, January 15, 2016
Sunday, January 3, 2016
persiapan ujian akhir pssr semester ganjil 2015/2016
dear all,
minggu ini kita tidak ada kuliah pssr dulu. silahkan pergunakan waktu ini untuk mengerjakan tugas-tugas dari mata kuliah lain dan mempersiapkan diri kalian untuk menempuh ujian akhir semester ganjil 2015/2016. jaga kondisi fisik dan mental agar tetap fit saat uas berlangsung.
silahkan kirimkan tugas individu dan tugas kelompok (presentasi dalam format *.ppt / *.pptx, dan makalah dalam format *.doc / *.docx) ke alamat email: imansyah.lubis@gmail.com. sesuai dengan jadwal pengumpulannya, saya tunggu kiriman tugasnya hingga hari senin, 04 jan 2016 jam 2400. lebih dari itu, saya anggap terlambat.
silahkan pelajari juga tugas materi presentasi dan makalah kelompok lain, karena soal ujian akhir semester akan saya buat berdasarkan tugas-tugas tersebut.
demikian informasi ini saya sampaikan, agar menjadi perhatian, tolong beritahukan juga kepada rekan-rekan sekelas lainnya. terima kasih dan salam,
minggu ini kita tidak ada kuliah pssr dulu. silahkan pergunakan waktu ini untuk mengerjakan tugas-tugas dari mata kuliah lain dan mempersiapkan diri kalian untuk menempuh ujian akhir semester ganjil 2015/2016. jaga kondisi fisik dan mental agar tetap fit saat uas berlangsung.
silahkan kirimkan tugas individu dan tugas kelompok (presentasi dalam format *.ppt / *.pptx, dan makalah dalam format *.doc / *.docx) ke alamat email: imansyah.lubis@gmail.com. sesuai dengan jadwal pengumpulannya, saya tunggu kiriman tugasnya hingga hari senin, 04 jan 2016 jam 2400. lebih dari itu, saya anggap terlambat.
silahkan pelajari juga tugas materi presentasi dan makalah kelompok lain, karena soal ujian akhir semester akan saya buat berdasarkan tugas-tugas tersebut.
demikian informasi ini saya sampaikan, agar menjadi perhatian, tolong beritahukan juga kepada rekan-rekan sekelas lainnya. terima kasih dan salam,
Sunday, December 27, 2015
Thursday, November 26, 2015
Sunday, November 1, 2015
materi kuliah pengantar studi seni rupa dan desain s/d uts
halo semua :)
untuk materi kuliah pengantar studi seni rupa dan desain, langsung mampir ke dropbox ya :D
semoga sukses menjalani ujian tengah semester-nya, nggak cuma untuk mata kuliah ini tapi juga mata kuliah lainnya ;)
untuk materi kuliah pengantar studi seni rupa dan desain, langsung mampir ke dropbox ya :D
semoga sukses menjalani ujian tengah semester-nya, nggak cuma untuk mata kuliah ini tapi juga mata kuliah lainnya ;)
Wednesday, January 22, 2014
MECHA ROBO TOYS EXPO: MAZIN... GO!
Para penggemar budaya populer
(terutama budaya populer Jepang) tentunya sudah tidak asing lagi dengan sosok
robot-robot pahlawan pembela Bumi. Sejak Choudenji
Machine Voltes V beredar di Indonesia pada tahun 1980-an, mecha robo menjadi bagian tak terpisahkan dari semesta budaya populer
yang berlanjut hingga saat ini. Seiring dengan ‘wabah’ Mobile Suit Gundam, Star Wars, The Transformers, dan Pacific Rim, demam mecha semakin merebak di tanah air. Mewadahi kecintaan akan mecha robo ini, SACCA Production
menyelenggarakan event bertajuk ‘Mecha-Robo
Toys Expo’ di Grand Indonesia Shopping Town – West Mall Exhibition Hall, 8 – 12
Januari 2014 lalu.
Bersama beberapa teman dari Bandung, saya menyempatkan diri untuk
menghadiri pameran ini pada hari Jum’at, 10 Januari 2014. Sayangnya,
acara-acara yang cukup penting malah digelar akhir minggu. Otomatis kami hanya
dapat melihat-lihat pamerannya saja, dan itu pun sudah memberikan kepuasan
tersendiri bagi kami selalu pecinta mecha
robot. Adapun koleksi yang dipamerkan adalah dari Gundam Generation Indonesia, Indogokin, Transformers Indonesia, ThreeA
Collectors, Order 66 Star Wars Indonesia, Paper Replica Indonesia, Zero Toys Museum.
Tak ketinggalan karya-karya art of mecha
toys photography dari Seno Haryo
yang menyambut pengunjung, dan poster-poster kreasi Jegier.
Sejatinya acara ini akan lebih dapat dinikmati oleh masyarakat awam
secara komprehensif, bila dilakukan proses kuratorial dengan lebih baik. Sedikit
catatan pribadi saya dari hasil kunjungan ke event tersebut adalah sebagai berikut:
- · Penjelasan tentang genre mecha: real robot, super robot, dan lainnya akan sangat membantu pengunjung untuk memahami pameran secara lebih komprehensif. Timeline yang dibuat sudah mulai menunjukkan arah ke sana, dengan memisahkan genre Transformers, Gundam, dan lainnya. Namun demikian, bisa jadi hal ini kurang dapat dipahami karena tidak ada alasan pemisahan genre yang jelas di awalnya.
- · Pemilihan musik ambience rasanya kurang pas dengan tema pameran. Sudah bukan rahasia umum lagi jika salah satu daya tarik dan daya jual serial dan atau film animasi mecha robot adalah soundtrack-nya yang membangkitkan semangat, namun juga di sisi lain lagu-lagu balada romantis syahdunya bisa membuat hati bergetar. Alangkah lebih baiknya jika musik-musik seperti ini yang diputar selama pameran berlangsung.
- · Beberapa display terasa terlalu penuh dan sulit untuk dinikmati karena tata cahaya yang kurang pas. Bisa jadi hal ini dirancang untuk lebih memudahkan pengelompokan berdasarkan sumber koleksi yang dipamerkan, namun – sekali lagi – mengurangi kenikmatan visual saat pengunjung ingin mengagumi koleksi tersebut.
Semoga acara ini tidak hanya menjadi sekedar ajang pamer para kolektor,
namun juga menjadi ajang silaturahmi komunitas penggemar mecha robot. Lebih jauh lagi, semoga semakin banyak acara seperti
ini di kemudian hari yang dapat seiring sejalan dengan pergerakan industri
kreatif Indonesia...
CHANGE! SHIN GETTER TWO, SWITCH ON!
Tuesday, January 21, 2014
FENOMENA FAN SERVICE DALAM MEDIA SEKUENSIAL MANGA DAN ANIME: ANTARA KEBUTUHAN DAN KEINGINAN MEMENUHI HASRAT
Apa persamaan antara sebuah
adegan pertarungan brutal dengan jurus-jurus seru, pertempuran antar robot
raksasa dan monster raksasa di tengah kota, dan tampilan seorang gadis imut
dengan rok 60 cm di atas lutut yang sering tersingkap secara ‘tidak sengaja’?
Ketiganya dapat dikategorikan sebagai fan
service, karena memang dengan sengaja ditujukan untuk memuaskan konsumen.
Bahkan tidak jarang ketiganya ada berbarengan dalam sebuah media sekunsial yang
sama.
Walaupun demikian, seiring dengan perkembangan media sekuensial
(terutama komik dan animasi, atau bahkan lebih spesifik: anime dan manga) pemaknaan
fan service mengalami penyempitan
menjadi cenderung berkonotasi sensual, bahkan seksual. Bahkan seringkali fan service bisa jadi tidak ada
hubungannya sama sekali dengan plot cerita secara keseluruhan, namun murni
hanya sebagai eye candy yang
memanjakan mata pembaca dan penonton.
Secara sepintas, fan service
dapat didefinisikan sebagai ‘visualisasi yang dengan sengaja ditampilkan untuk
menyenangkan para pemirsa’. Dari segi tata bahasa, fan service lebih dekat ke konsep ecchi yang bisa dikatakan lebih ‘nakal’ namun tetap ‘lembut’ dan ‘sopan’. Pada dasarnya bentuk fan service sebagai elemen relaksasi, komikal,
komedi, dan humor pun lebih kental ketimbang hentai yang tampilannya lebih provokatif, eksplisit, dan vulgar.
Hal ini dimulai bahkan sebelum
tata sekuensial tersusun, dalam bentuk desain karakter dan lingkungannya. Desain
(kostum) karakter yang menonjolkan bagian tubuh (baik karakter lelaki maupun
perempuan) menjadi bentuk fan service
paling awal yang menerpa pembaca dan penonton. Semakin hard, semakin banyak bagian tubuh sang karakter yang diperlihatkan
dan sebaliknya. Tak jarang bahkan pemirsa menyukai soft fan service dalam visualisasi karakter favorit mereka dalam
tata busana yang berbeda dengan yang biasa dipakainya.
Perlu dicermati bahwa dimensi waktu fan service yang hanya terjadi ‘sesaat’: sekilas lintas, dan oleh
karenanya menjadi estetis (walau tentu saja, terminologi ‘estetis’ di sini
selalu tetap dapat kita diskusikan lebih lanjut :) ).
Oleh karenanya, fan service di sini
tidak dimaksudkan untuk membangkitkan hasrat (baca: libido), namun lebih cenderung
kepada fungsi katarsis untuk beristirahat sejenak melepaskan ketegangan akibat
konstruksi dramatik yang tersusun (dan oleh karenanya konteks humor menjadi
relevan dalam adegan fan service).
Namun demikian, sekali lagi, pada perkembangannya tak dapat disangkal bahwa
ternyata hal ini menjadi cenderung kepada hal-hal yang bersifat sensual (bahkan
seksual).
Pemirsa lelaki dan perempuan tentu memiliki hasrat tersendiri yang hendak
dipuaskan oleh media yang digunakannya, baik media cetak maupun media
elektronik. Walaupun target awalnya adalah pemirsa remaja, perbedaan usia juga
menentukan perbedaan tingkat fan service.
Semakin berumur seorang pemirsa, sewajarnya secara naluriah ia akan
menghasratkan bentuk fan service yang
lebih eksplisit.
Adapun jenis-jenis fan
service yang sering dan biasa kita temui (namun tentu saja bukan semuanya) dalam media sekuensial komik dan animasi (terurama
manga dan anime dapat digeneralisasikan sebagai berikut:
- Panty Shot / Panchira: visualisasi sekilas
celana dalam tokoh (lebih sering tokoh perempuan), yang bisa jadi merupakan
salah satu bentuk fan service paling
mendasar dalam media sekuensial
- Big Bouncy Boobs: visualisasi payudara
perempuan dengan ukuran yang... melawan hukum gravitasi, termasuk
pergerakannya.
- Accidental Pervert: saat secara
tidak sengaja – sekali lagi, TIDAK SENGAJA – seorang tokoh menyentuh bagian
vital tokoh lainnya (lawan jenis atau sesama jenis) dan atau melihat tokoh lain
tersebut sedang dalam keadaan tanpa busana.
- Bathing Scene: walau terkadang
adegan mandi dan atau berenang ini menjadi penting dalam pengembangan karakter,
namun seringkali juga menjadi justifikasi bagi fan service.
- Changing Scene: adegan berganti
pakaian (di kamar, ruang ganti, atau lokasi lain) yang memamerkan tubuh tokoh
sebagian atau sepenuhnya.
- Convenient Censorship: apakah
berbentuk uap air panas di pemandian umum / shower,
rambut yang jatuh menutupi dada, atau kilatan cahaya sering digunakan dalam anime dan manga untuk memperlihatkan tokoh dalam keadaan tanpa busana sambil
tetap ‘berusaha’ menutupi bagian-bagian penting tubuhnya.
- Wardrobe Malfunction: saat pakaian yang dikenakan robek, merosot, dan lain-lain.
Tentu saja bentuk fan service
yang ditujukan kepada pemirsa lelaki akan berbeda dengan bentuk yang ditujukan
kepada pemirsa perempuan (misalnya: tokoh lelaki yang digambarkan setengah
bugil dengan pose yang ... ‘menantang’, dua orang tokoh lelaki yang secara TIDAK
SENGAJA bersentuhan bibir atau menyentuh bagian vital lelaki lainnya) , walau
pada kenyataannya bisa saja hal ini berlaku lebih luas lagi: pemirsa lelaki
bisa saja menyukai bentuk fan service
yang ditujukan kepada pemirsa perempuan, demikian juga sebaliknya. Apalagi jika
ditambahkan elemen humor ke dalamnya.
Dalam ‘kutub’ media sekuensial Barat dan Timur, rasanya komik dan
animasi Barat (Amerika dan Eropa) yang memberikan fan service khusus bagi pemirsa perempuan tidak sebanyak di Timur
(terutama Jepang, di mana sebuah seri anime
dan manga bisa populer karena
kuantitas dan kualitas fan service-nya)...
dan tentunya (sesuai dengan teori komunikasi Uses and Gratification), sah-sah saja jika kita mengkonsumsi media
sekuensial komik dan animasi bukan karena ceritanya namun karena kita
mengharapkan fan service yang
terkandung di dalamnya.
Sekali lagi, jika kita kembalikan kepada makna dasar dari terminologi fan service, apa pun yang bertujuan untuk memuaskan pembaca dapat kita
kategorikan di dalamnya... termasuk visualisasi gadget, gimmick dll yang
memanjakan dahaga pemirsa akan aplikasi teknologi canggih dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh sederhana, teknologi layar sentuh yang mendahului zaman dan
sekarang bisa kita nikmati.
Seberapa penting kita menggunakan fan
service dalam karya kita? Tentunya standar kekaryaan stiap kreator
berbeda-beda, namun fungsi dasar fan
service tetap tak berubah: sebagai ‘bumbu penyedap’ untuk meningkatkan kecintaan
pemirsa terhadap karya kita dan menjadikan karya kita senantiasa dinanti. Saat
adegan mandi di shower menjadi
standar, kreator yang jeli bisa menampilkan pergolakan emosional sang tokoh
pada saat yang bersamaan.
Pada akhirnya, terlalu banyak fan
service dalam media sekuensial mainstream
ibarat sebuah masakan dengan terlalu
banyak bumbu penyedap: tak hanya kehilangan identitas rasa aslinya, namun
juga kehilangan hakikat penciptaannya... kecuali jika yang kita jual dalam
karya kita adalah sensualitas, bahkan seksualitas. Apakah kita akan membuat
sebuah karya keren yang ada fan service-nya,
atau excessive fan service-lah yang
menjadi sajian utama karya kita?
Apapun pilihannya, wujudkanlah dalam bentuk karya... bukan hanya
wacana, apalagi drama. Sebuah karya
yang bagus – dengan atau tanpa fan
service – akan jauh lebih bermakna ketimbang sensasi (buatan) di
seputarnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)